Jika kita mendengar kata teleskop, maka umumnya interpretasi pertama dalam kepala kita adalah sebuah tabung yang dilengkapi lensa atau cermin, yang digunakan untuk mengamati objek-objek di luar angkasa. Namun perlu diingat (dan disosialisasikan) bahwa optik hanyalah salah satu bagian kecil dari spektrum gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh objek-objek di luar angkasa tersebut. Masih ada jenis-jenis gelombang elektromagnetik lainnya, yang tentu saja jika ingin diamati, membutuhkan peralatan yang berbeda dengan teleskop optik.
Untuk pengamatan pada panjang gelombang radio, peralatan yang digunakan disebut teleskop radio. Instrumen ini hampir mirip dengan radar, atau ground segment pada sistem komunikasi satelit. Perbedaannya adalah, teleskop radio hanya merupakan sistem penerima, tidak meliputi sistem pemancar sinyal. Dan sinyal yang diterima adalah sinyal analog, bukan sinyal digital.
Pada dasarnya, pengamatan pada panjang gelombang radio adalah untuk mengukur intensitas sinyal yang dipancarkan oleh suatu objek pada satu panjang gelombang atau frekuensi tertentu. Satuan yang biasa digunakan adalah Jansky (Jy). 1 Jansky setara dengan 10-26 watt m-2 Hz-1. Ini untuk memudahkan dalam pengukuran, karena sinyal radio yang dipancarkan oleh objek-objek astronomi sangat lemah.
Pada umumnya, sebuah teleskop radio memiliki komponen-komponen berikut ini:
1. Antena
2. Amplifier
3. Band-pass Filter
4. Mixer
5. Detector
Komponen-komponen diatas diurut berdasarkan urutan yang umum ditemui pada blok diagram sebuah teleskop radio. Komponen-komponen selain antena biasanya digabung menjadi satu, disebut sebagai receiver. Ada komponen-komponen yang posisi urutannya tidak mungkin diubah, misalnya antena dan detector. Namun komponen lainnya boleh untuk diubah urutannya, misalnya menempatkan band-pass filter lebih dulu sebelum amplifier. Perubahan urutan posisi komponen tersebut tentu saja menimbulkan efek pada transmisi sinyal yang dideteksi dari antena menuju detector. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui peranan dari masing-masing komponen tersebut. Pada artikel ini, hanya akan diberikan penjelasan secara umum mengenai masing-masing komponen. Penjelasan yang lebih mendalam akan diberikan pada artikel-artikel selanjutnya.
Antena
Antena berfungsi untuk mengumpulkan sinyal radio, dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Umumnya antena yang digunakan pada teleskop radio berbentuk dipol atau parabola. Namun tidak jarang antena yang digunakan berbentuk yagi, yaitu antena yang biasa digunakan untuk menerima siaran televisi terestrial. Pemilihan jenis antena didasarkan pada panjang gelombang atau frekuensi yang ingin diamati. Antena dipol biasanya digunakan untuk pengamatan pada daerah high frequency (HF) dan very high frequency (VHF). Antenna yagi biasanya digunakan untuk pengamatan pada sebagian kecil daerah ultra high frequency (UHF), sedikit diatas VHF. Sedangkan untuk pengamatan pada sebagian besar daerah UHF dan frekuensi yang lebih tinggi lagi, umumnya menggunakan antena berbentuk parabola.
Seperti yang tersirat pada satuan pengukuran intensitas sinyal (watt m-2 Hz-1), luas permukaan antena memberikan pengaruh yang signifikan pada intensitas sinyal yang diterima.
Amplifier
Umumnya antena sebuah teleskop radio ditempatkan agak jauh dari work station dimana receiver berada. Sinyal dari antena ditransmisikan ke receiver menggunakan kabel coaxial atau waveguide. Pada saluran transmisi ini terjadi pengurangan daya sinyal yang disebabkan oleh hambatan (resistance) saluran transmisi itu sendiri. Dan mengingat daya yang diterima antena dari objek-objek astronomi amat kecil, maka amat penting untuk menguatkan sinyal yang akan ditransmisikan, agar dapat dideteksi oleh receiver. Oleh karena itu, umumnya setelah antena ditempatkan sebuah amplifier, yang disebut pre-amplifier atau pre-amp. Menempatkan amplifier tambahan pada receiver juga umum dilakukan, untuk memperjelas sinyal yang sampai di receiver, sebelum diproses lebih lanjut.
Band-pass Filter
Gelombang radio bukanlah ranah milik dunia astronomi saja, melainkan juga digunakan dalam sistem komunikasi. Dunia astronomi harus berkompromi dengan kepentingan publik dalam memanfaatkan gelombang radio, setidaknya hingga frekuensi belasan gigahertz. Oleh karena itu, daerah frekuensi pengamatan pada astronomi radio haruslah dipilih dengan baik agar sinyal yang ingin diamati tidak diinterferensi oleh sinyal komunikasi, kecuali jika lokasi pengamatan berada sangat jauh dari peradaban, dan daerah frekuensi pengamatan berada diluar rentang frekuensi komunikasi satelit. International Telecommunication Union (ITU) telah menetapkan rentang-rentang (bandwidth) frekuensi yang dijamin untuk kepentingan dunia astronomi. Dan rentang-rentang ini bukanlah rentang yang lebar. Sehingga bandwidth frekuensi pada pengamatan astronomi radio haruslah dibatasi agar tidak diinterferensi. Disinilah terletak pentingnya komponen band-pass filter, yaitu untuk membatasi bandwidth frekuensi yang diamati.
Disisi lain, bandwidth yang sangat sempit akan berimbas pada lemahnya intensitas sinyal yang dideteksi (lihat kembali satuan intensitas diatas). Selain itu membuat filter untuk bandwidth yang amat sempit sangat sulit, apalagi jika filter tersebut dirancang berdasarkan ketersediaan komponen dasar (misalnya resistor, kapasitor, transistor, dll) yang dijual di pasaran. Oleh karena itu, umumnya filter dibuat cukup lebar, tetapi masih berada diluar daerah frekuensi yang digunakan untuk sistem komunikasi.
Walaupun begitu, filter dengan bandwidth yang sangat kecil tetap ada kegunaannya, yaitu untuk melakukan pengamatan spektrum radio (spektroskopi). Teleskop radio yang digunakan untuk keperluan ini disebut Radio Spectograph. Tentunya bandwidth yang amat sempit harus dikompensasi oleh komponen lainnya, misalnya amplifier yang memiliki noise yang sangat kecil sehingga amplifikasi yang besar tidak disertai dengan noise yang juga besar, dan detector yang sangat sensitif.
Sebagai informasi tambahan, alokasi frekuensi untuk pengamatan pada astronomi radio yang telah dijamin oleh ITU dapat dibaca pada buku CRAF Handbook for Radio Astronomy, yang diterbitkan oleh European Science Foundation.
Mixer
Pengamatan dalam astronomi radio dapat dilakukan pada frekuensi sekitar 10 MHz hingga beberapa ratus GHz. Sinyal dengan frekuensi yang amat tinggi tersebut sulit untuk dianalisis. Oleh karena itu, biasanya sinyal yang diterima diubah frekuensinya menjadi frekuensi yang lebih rendah (mix-down) dengan menggunakan mixer. Perubahan frekuensi tersebut tidak mengubah parameter-parameter sinyal lainnya sehingga tetap merepresentasikan kondisi sesungguhnya.
Detector
Di dalam receiver, sinyal biasanya direpresentasikan dalam bentuk tegangan (voltage). Namun yang sebenarnya ingin diukur oleh astronom adalah intensitas daya atau rapat daya. Oleh karena itu, pada teleskop radio detector yang biasa digunakan adalah jenis Square Law Detector, karena dapat secara langsung memberikan gambaran mengenai daya atau rapat daya sinyal berdasarkan tegangan yang dibaca pada detector tersebut. Keuntungan lain menggunakan detector jenis ini adalah bahwa detector jenis ini bekerja dengan baik justru untuk mendeteksi sinyal yang kecil, sekitar -20 hingga -60 dBm. Sehingga amplifikasi sinyal pada amplifier tidak harus sangat besar. Contoh detector jenis ini adalah dioda Schottky.
Komponen lain yang juga umum ditemui pada sebuah teleskop radio adalah Integrator, yaitu komponen yang berfungsi mengakumulasi sinyal yang direkam dalam suatu interval waktu. Komponen ini amat berguna dalam pengamatan untuk mendeteksi objek-objek yang sangat redup pada panjang gelombang radio.
Data hasil pengamatan tentu perlu disimpan. Saat ini umumnya komputer digunakan sebagai recorder, karena memudahkan proses analisis data. Namun pita magnetik juga masih digunakan, terutama dikalangan astronom-astronom amatir. Umumnya pita magnetik digunakan untuk merekam data variabilitas intensitas sinyal radio dari sebuah objek astronomi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
cursor: url("http://i137.photobucket.com/albums/q210/kyawsawdin/FireRed.gif"), default;
0 komentar:
Posting Komentar